Mahasiswa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai agen perubahan sosial. Sejarah mencatat bahwa gerakan mahasiswa memainkan peran penting dalam reformasi 1998, serta berbagai momen politik dan sosial sebelumnya. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul kekhawatiran bahwa semangat aktivisme tersebut mulai meredup, tergantikan oleh sikap apatis dan fokus semata pada akademik atau karier pribadi.
Survei dari Alvara Research Center menunjukkan bahwa hanya sekitar 23% mahasiswa Indonesia yang aktif mengikuti kegiatan sosial atau politik di luar kampus. Sebagian besar lainnya lebih memilih menghindari keterlibatan dengan alasan takut terkena sanksi akademik, tidak percaya pada efektivitas aksi, atau merasa tidak relevan dengan masa depan mereka.
Faktor lain yang menyebabkan penurunan aktivisme adalah perubahan paradigma pendidikan tinggi. Kampus kini lebih menekankan output akademik dan prestasi individual, dibanding membentuk mahasiswa yang kritis dan peka terhadap isu-isu sosial. Kita dapat mengambil Satu contoh dengan adanya Surat Edaran (SE) No. 2591 pada tanggal 25 Juli 2024. Yang kehadirannya dapat membuat resah mahasiwa untuk mengeluarkan kritikan terhadap situasi yang terjadi saat ini.
Di sisi lain, digitalisasi turut membentuk wajah baru aktivisme. Mahasiswa kini lebih memilih menyuarakan pendapat melalui media sosial. Kampanye tagar, petisi daring, dan konten edukatif kian marak. Namun, fenomena ini juga menimbulkan dilema: apakah ini bentuk aktivisme baru atau justru bentuk baru dari apatisme yang dibungkus ekspresi digital?
Meski tantangan besar, bukan berarti api aktivisme padam. Kembali kita mengingat aksi 1998 membuktikan bahwa mahasiswa memiliki daya ledak luar biasa ketika bersatu dan digerakkan oleh isu-isu yang menyentuh keadilan dan nasib rakyat. Tantangannya adalah menjaga semangat itu tetap menyala dalam keseharian, bukan hanya dalam momentum besar.
Sok Hok Gie didalam bukunya yang berjudul “Catatan seorang demonstran” mengatakan “Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka.